Skip to main content
x
Dialog Publik Silaturahmi Kebangsaan
Dialog Publik

Yayasan Alfathiriyah Addarbiyah Assyrbani Gelar Dialog Publik Tolak Berita Hoaks

Wartaprima.com, Cirebon - Yayasan Alfathiriyah Addarbiyah Assyrbani gelar dialog publik bertajuk "Menolak Berita Hoaks untuk Persatuan dan Kesatuan Bangsa Pasca Penetapan Hasil Pilpres 2019", Selasa (23/07/2019) pukul 12.30 WIB di Gedung NU Centre, Jalan Dewi Sartika Kelurahan Jukmudal, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Kegiatan tersebut dihadiri sekitar 50 orang dari berbagai ormas di Kabupaten Cirebon, para mahasiswa dan juga masyarakat Kabupaten Cirebon.

Bertindak selaku narasumber yaitu Nunu Sobari SH MH (Bawaslu), KH. Wawan Arwani MA (Akademisi/ketua FKUB Kabuapten Cirebon), KH. Aziz Hakim Syaerozi (Perwakilan PWNU Jabar) dan  Marzuki Wahid (Sekretaris Lakspedam PBNU).

Ketua Panitia dari yayasan Assyrbani, H. Iin Mascruhin mengatakan pasca Pilpres 2019, setelah penetapan pemenang Pilpres oleh KPU, betapa besar dinamikanya dan masih terjadi gejolak yang ada.

"Mudah-mudahan berita-berita hoaks tidak bisa mengakibatkan perpecahan di masyarakat. Belum lagi masih ada yang meragukan kemampuan KH Maruf Amin dan membritakan nantinya akan di ganti dengan Ahok, oleh karenanya bagaimana demokrasi yang beretika dan santun nantinya yang akan di bahas dalam kesempatan dialog terbuka ini", katanya.

B

Dalam penyampaiannya Nunu Sobari mengatakan bahwa hasil Pilpres 2019 telah ditetapkan KPU, akan tetapi sampai saat ini masih banyak masyarakat yang belum menerima hasil, dengan menyebarkan berita-berita hoaks.

"Kita harapkan masyarakat Cirebon jangan mudah menyebarkan berita hoaks karena akan terkena dengan UU ITE sehingga nantinya akan merugikan dirinya sendiri", ujarnya.

Diketahui, di Kabupaten Cirebon sendiri ada 2 orang yang di tangkap akibat berita hoaks. Mereka ditangkap karena menyebarkan berita bohong yang menyebabkan adanya orang atau lembaga yang dirugikan.

"Ketika ada permasalahan-permasalahan pada proses Pemilu jangan gampang menshare kepada masyarakat, tanpa melakukan cros cek, terutama berita bohong, karena nantunya akan ada tuntutan hukum dengan dasarnya adalah UU ITE", jelasnya.

Sementara Wawan Arwani, mengatakan masyarakat saat ini tidak ketinggalan dengan media sosial. Medsos punya banyak sisi salah satunya menimbulkan sisi positif, namun banyak juga menimbulkan efek negatifnya.

"Medsos saat ini sudah masuk ke segala penjuru kehidupan, melampui fungsinya sebagai media masyarakat. Lewat akun medsos, agama disebarkan dengan cara bohong. Hal ini sudah bisa dipastikan akun dan kontennya bohong", katanya.

Lanjutnya, munculnya ujaran kebencian dan berita hoaks harus diantisipasi dengan cara yang pertama jangan kita memproduksi berita bohong dan yang kedua kita jangan menjadi disributor berita bohong.

"Ketika mendapat berita bohong langsung kita share, tanpa dilakukan kroscek. Ini yang banyak menimpa masyarakat kita. Orang yang membuat berita kebohongan cenderung orang-orang yang tidak beriman, yang berbahaya bukan berita kebohongannya namun efek yang timbul dari berita bohong tersebut. Meski sekedar guyon atau lucu-lucuan, berita bohong tidak boleh dilakukan, karena nantinya akan menutup berita sesungguhya", paparnya.

Menurutnya, berita bohong mencapai puncaknya pada proses  pilpres 2019. Untuk generasi milenial di Kabupaten Cirebon harus bisa memilah-milah berita jangan sampai mengedarkan berita bohong.

C

Disampin itu, KH. Azis Hakim Syaerozi  menilai hoaks atau berita kebohongan bentuk dari cara-cara berpolitik. Banyak pola yang dilakukan politikus walaupun dengan cara berita bohong untuk melakukan pencitraan agar publik melihat kesempurnaan tokoh politik tersebut. Memproduksi berita kebohongan dengan kemasan yang baik untuk mencapai tujuannya.

"Kalau ada berita kita harus tabayun, jangan langsung men-share. Apabila melihat situasi seperti ini, maka kita harus bisa melihat persatuan dan kesatuan sebagai kunci dalam berbangsa dan bernegara", tuturnya.

Dalam sejarahnya, lanjutnya menjelaskan, Pancasila sesungguhnya sebagai gerbang atau gapura dengan ideologi satu satunya negara kita. Ketika kita sudah memahamai Pancasila maka kita akan bisa rukun walaupun ada perbedaan agama, suku dan lainnya.

"Hal cara pandang ulama pendahulu kita Pancasila sebagai pemersatu. Apabila kita menolak Pancasila, maka sama saja kita menolak berdirinya Indonesia. Sebagai anak bangsa wajib ikut serta menjaga bangsa ini. Apabila mereka menolak maka fakta serius untuk keberagaman dan toleransi di negara kita. Saat ini di era perkembangan medsos, antara kebenaran dan kebohongan sulit sekali dibedakan", ungkapnya.

Ditambahkan Marzuki Wahid (Sekretaris Lakspedam PBNU) bahwa Hoaks akan kena dengan UU ITE, oleh karenanya kita harus cerdas menggunakan medsos. Orang yang beriman pasti tidak mau menyebarkan hoaks.

"Hoaks grafiknya akan naik pada masa-masa politik, baik pemilukada, pilleg maupun pilpres, ini fenomena politik, perlu di waspadai", tegasnya

Ia mencontohkan, tokoh-tokoh yang kena pada UU ITE yakni Ahmad Dani dan Ratna Sarumpaet yang terkena pada ujaran kebencian dan berita bohong. Biasanya hoaks ada tujuan-tujuan politik dan hoaks pada masa-masa politik, maka hoaks bagian industri di dalam mencapai tujuan.

"Hoaks harus dilihat motivasi dan tujuannya, maka ketika politik di susupi atau sebagai intrumen maka energi masyarakat tergerakan terutama pada masa pilpres kemarin, sehingga berpengaruh terhadap kehidupan dimasyarakat", jelasnya.

Lanjutnya, masyarakat harus cerdas dalam membedakan hoaks dan bukan hoaks. Namun demikian perbedaan pandangan bukan berarti hoaks jadi harus bisa di bedakan.

"Kalau hoaks biasanya berjudul provokatif, dan dimunculkan dari situs-situs yang tidak resmi, biasanya dari media-media yang tidak resmi. Oleh karenanya untuk menghindarkan hoaks harus di cek ulang jangan main share aja", tandasnya.

(Ad)

  • Total Visitors: 6051473